Interaksi Islam VS Ahli Kitab (Yahudi, Nasrani)

Jun 22, 2020

CARA LAIN MENDENGARKAN:

Transkrip

Semua kelompok menganggap paling benar dikatakan, “ilallāhi marji’ukum jamī’an”.

Akhirnya kalian semua ini akan kembali kepada Tuhan, nanti Tuhan yang akan menyampaikan siapa yang salah, siapa yang benar.

Bismillahirohmanirohim. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kepada pendengar, saya harapkan kita senantiasa dalam keadaan sehat walafiat dalam menjalani covid-19. Kita hari ini akan berbincang-bincang tentang suatu topik yang hangat di antara para cendekiawan, para ulama dan masyarakat luas. Bukan saja di Indonesia tetapi di dunia Islam bahkan di barat sekalipun. Yaitu, bagaimana kita berusaha untuk mencari titik-titik temu agar semua kelompok yang ada, itu bisa saling menghormati sehingga mengurangi konflik kalau memang tidak bisa kita hapus sama sekali.

Kita umat Islam sangat yakin bahwa Al-Qur’an bukan saja petunjuk bagi umat Islam, tetapi sesuai dengan apa yang tertera di dalam Al-Qur’an, “hudal lin-nāsi wa bayyinātim minal-hudā wal-furqān”. Petunjuk bagi seluruh manusia dan di dalamnya ada petunjuk-petunjuk, penjelasan-penjelasan dan hal-hal yang membedakan antara yang benar dan yang keliru.

Jadi, hari ini kita banyak akan mengacu kepada Al-Qur’an untuk membicarakan hal-hal yang kita bisa kontribusikan kepada masyarakat luas khususnya masyarakat kita di Indonesia. Bagaimana seharusnya kita menyikapi perbedaan di antara kita?

Al-Qur’an dari jauh hari, 14 abad yang lalu, telah menjelaskan bahwa Tuhan sebenarnya bisa saja menciptakan manusia satu aliran, satu agama, satu kelompok, tetapi Allah Subhanahu Wa Ta’ala memilih untuk menguji setiap kelompok agar nantinya dapat, tiap kelompok dapat menunjukkan sampai dimana dia committed, dia pegang kepada ajaran-ajarannya, kepada metodenya, pada alirannya dan kita percaya bahwa semua agama yang ada di dunia ini tidak ada yang mengajarkan permusuhan. Sehingga kalau seandainya kita semua yang beraneka ragam agama dan aliran, bisa berpegang teguh kepada ajaran-ajaran kita, maka itu adalah suatu jalan untuk kita mengurangi konflik-konflik kita di dunia ini.

Al-Qur’an menyatakan bahwa, “likullin ja’alnā mingkum syir’ataw wa min-hājā”. Allah memperingatkan manusia bahwa dari dulu sampai sekarang Tuhan telah menciptakan jalan terang, menciptakan aturan bagi tiap-tiap kelompok. Dan apa yang dikehendaki dari penciptaan tiap kelompok ini bukan untuk saling gontok-gontokan, saling konflik, tetapi untuk kita bersama-sama mencari jalan yang terbaik agar kita bisa hidup tenteram, tenang, satu dengan yang lain.

“Walau syā`allāhu laja’alakum ummataw wāḥidataw”. Kalau tuhan mau, dengan mudah Tuhan ciptakan manusia, monolitik.

“Wa lākil liyabluwakum fī mā ātākum”, tapi Tuhan mau menguji tiap kelompok. Dari itu, dan ini kata kunci, “fastabiqul-khairāt”, artinya berlomba-lombalah untuk membuat kebajikan. Karena apa? Tidak ada seorangpun yang dapat menyatakan siapa yang benar, siapa yang salah karena semuanya beranggapan bahwa kelompoknya yang paling benar.

Tuhan memberikan jalan keluar terhadap… terhadap anggapan yang semua kelompok menganggap paling benar dikatakan, “ilallāhi marji’ukum jamī’an”.

Akhirnya kalian semua ini akan kembali kepada Tuhan, nanti Tuhan yang akan menyampaikan siapa yang salah, siapa yang benar dan Tuhan akan menyampaikan perselisihan-perselisihan yang timbul di antara kalian.

Sebagaimana kita ketahui, kitab-kitab suci sebelum Al-Qur’an, Injil, Taurat dan seterusnya, berceritera tentang jatuhnya Nabi Adam dari surga ke bumi ini. Dan jatuhnya Nabi Adam dari surga ke bumi ini, sudah dijelaskan di dalam Al-Qur’an dan di Perjanjian Lama bahwa disebabkan karena godaan setan. Dan sudah diwanti-wanti oleh Tuhan yang Maha Kuasa bahwa setan ini telah bersumpah untuk menggoda, untuk menyesatkan manusia.

“La`ugwiyannahum ajma’īn”, “saya”, kata setan kepada Tuhan, Allah Subhanahu Wa Ta’ala, setelah dia, setan dikutuk bahwa dia telah menjerumuskan Adam dan istrinya bahwa, “kalian wahai setan dan teman-temannya boleh saja hidup seumur alam semesta ini, seumur kehidupan ini”, tetapi dia meminta dari Tuhan bahwa, “saya akan hidup sepanjang masa, tetapi berikan kesempatan untuk saya menggoda anak-anak Adam”.

Jadi Tuhan juga sudah memberikan kita petunjuk bahwa ada godaan terhadap anak-anak Adam dari setan, ada godaan terhadap anak-anak Adam termasuk semua yang ada di dunia ini dari godaan setan.

Nah, godaan setan inilah yang menimbulkan pertentangan konflik, perbedaan-perbedaan yang mengakibatkan pertumpahan darah. Coba kita lihat sejarah agama-agama. Dari agama Yahudi, di agama Yahudi ada kelompok-kelompok yang bertikai di antara mereka.

Yang lebih jelas lagi agama Kristen, kita tahu bahwa kelompok-kelompok di antara mereka antara Protestan, Katolik, Ortodoks yang ada di Mesir, itu saling tidak percaya. Ini semuanya adalah kerjanya setan yang dinyatakan oleh Al-Qur’an, “‘aduwwum mubīn”, musuh yang nyata.

Kita tahu antara kelompok-kelompok Kristen ini saling mencurigai satu dengan lainnya. Kita tahu sejarah dimana pertikaian yang hebat antara Katolik dan Protestan, bagaimana Ortodoks dan Katolik dan kalau ada agama atau aliran baru dalam Kristen juga senantiasa dimusuhi. Itu sejarah.

Kita tahu Mormon yang ada di Utah tadinya oleh kelompok Puritan Kristen menganggap bahwa ajarannya sesat sehingga mereka diusir dan pindah ke satu daerah yang tandus, yang tidak ada kehidupan di Utah, di Mormon.

Sama halnya dengan sejarah umat Islam dari belum mencapai 50 tahun wafatnya Nabi, sudah ada pertumpahan darah. Kita mengingat betapa Sayyidina Ali, khalifah keempat, dibunuh oleh seorang yang bukan orang yang tidak percaya kepada Tuhan, tetapi yang percaya namun penafsirannya terhadap ayat-ayat suci Al-Qur’an ini melenceng dan meyakini meyakinkan mereka untuk menganggap orang yang melaksanakan atau mengerjakan dosa-dosa besar harus dibunuh. Dan Sayyidina Ali dianggap oleh kelompok Khawarij sebagai orang atau khalifah yang telah melakukan dosa besar.

Dari sejarah ini, timbul banyak sekali perbedaan-perbedaan pendapat di kelompok Islam, sampai hari ini. Apa yang kita temui dengan adanya garis keras Al-Qaeda, adanya ISIS, itu semuanya sebenarnya bersumber dari pemahaman yang tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yaitu Islam ini damai, Islam ini tidak menginginkan kekerasan.

Sama halnya dengan Nabi Isa juga menginginkan supaya manusia di dunia ini saling sayang menyayangi. Tetapi pekerjaan setan yang tidak habis-habisnya inilah yang menjadikan konflik di antara kelompok-kelompok, baik dalam Islam, Kristen dan lain-lain.

Nah ini yang kita harus berusaha agar kiranya kita bisa mencari titik-titik temu di antara kita.

Saya akan berbicara antara muslim dengan ahlul kitab. Ahlul kitab ini adalah keluarga kitab. Arti daripada ahlul kitab yaitu mereka yang telah diberikan atau agama yang diberikan kitab suci dari Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dan yang ada pada saat-saat ini adalah Taurat, Injil dan Al-Qur’an.

Di dalam Al-Qur’an ada ayat yang menjadi perbincangan luas di antara umat Islam yaitu ayat yang berbunyi, “Innad-dīna ‘indallāhil-islām”. Sesungguhnya agama di sisi Tuhan itu adalah Islam.

“Wa may yabtagi gairal-islāmi dīnan fa lay yuqbala min-h”. Barang siapa yang menjalani selain Islam, maka ia tidak akan diterima oleh Yang Maha kuasa.

“Wa huwa fil-ākhirati minal-khāsirīn”. Dan nanti hari kemudian dia atau kelompok ini akan menjadi kelompok yang merugi. Oleh umat Islam, ulama-ulama Islam, mayoritas menganggap bahwa maksud daripada Islam disini adalah agama Islam yang dibawa dari, yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

Tetapi ada pendapat-pendapat lain yang juga valid bahwa pada dasarnya agama Islam ini bukan yang dimaksud agama yang dibawa oleh Muhammad tetapi Islam disini artinya agama yang sifatnya penyerahan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, kepada Tuhan yang Maha Kuasa.

Dari itu nama Islam ini adalah nama agama Nabi Ibrahim. “Millata abīkum ibrāhīm, huwa sammākumul- muslimīna”. Agama bapakmu Ibrahim wahai Yakub yang dia namakan orang-orang penganutnya ini adalah Muslimin.

Yakub juga, Nabi Yakub juga mengatakan kepada anaknya, “iż qāla libanīhi mā ta’budụna mim ba’dī”. “Apa yang engkau akan lakukan, akan sembah setelah aku?” “Qālụ”, anak-anak Yakub mengatakan, “na’budu ilāhaka wa ilāha ābā`ika”, “kami akan menyembah Tuhan yang disembah oleh bapakmu dan disembah oleh Ibrahim, Ismail, Ishak sebagai Tuhan yang esa, Tuhan yang satu dan kami semua ini akan menjadi orang-orang Islam.”

Teringat kita pada masa-masa kira-kira 20 tahun, 30 tahun yang lalu, perdebatan ini timbul pada masa Cak Nur yang membedakan antara Islam sebagai agama atau Islam sebagai penyerahan diri.

Ini juga dianut oleh gurunya Fathurrahman dan banyak lagi ulama-ulama yang menganggap bahwa agama yang disebut di dalam ayat ini sebenarnya adalah penyerahan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena pada dasarnya Islam ini sudah dimulai dari Nabi Ibrahim dengan turun-temurun sampai dengan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

Jadi dari pertama Al-Qur’an menganggap bahwa ahlul kitab atau keluarga kitab, keluarga yang mendapatkan kitab suci dari yang Mahakuasa, itu seharusnya mereka lebih dekat satu sama lain disebabkan karena mempunyai hubungan historis, hubungan semacam hubungan darah keluarga.

Dari itu, kita bisa lihat bahwa pada masa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, ada ahlul kitab, ada musyrikin. Musyrikin ini yaitu orang-orang Arab di Mekah yang mengusir Beliau sehingga hijrah ke Madinah, orang-orang yang menyembah berhala.

Orang-orang yang menyembah berhala ini, inilah yang merongrong Nabi pada saat Nabi menyampaikan risalah atau Al-Qur’an, petunjuk yang dibawakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

Jadi, kalau kita melihat di dalam Al-Qur’an ada keistimewaan-keistimewaan yang diberikan kepada ahlul kitab dibandingkan dengan kaum musyrikin.

Kenapa? Karena sejarahnya memang ahlul kitab dekat dengan umat Islam sehingga kita bisa mengingat betapa suatu kekuatan Persia melawan kekuatan Romawi yang Kristen. Umat Islam di Mekah waktu itu sangat menginginkan dan mengharapkan kelompok Romawi Kristen ini yang bisa memenangkan peperangan. Peperangan yang berlangsung kurang lebih 700 tahun pada masa nabi, ada satu peperangan yang diabadikan di dalam Al-Qur’an dan disitu umat Islam merasa kecewa karena kekuatan Persia-lah yang menang. Tetapi Al-Qur’an memberikan ketenangan kepada umat Islam. Jangan khawatir ahlul kitab, kelompok Kristen setelah beberapa tahun akan memenangkan pertempuran atau peperangan antara mereka yang akan terjadi sekitar beberapa tahun kemudian.

Di dalam Al-Qur’an disebutkan, “Gulibatir-rụm wa hum mim ba’di galabihim sayaglibụn”, telah kalah kelompok Kristen Romawi tetapi sesuai Al-Qur’an mereka setelah kekalahan ini, nanti akan memenangkan peperangan yang akan terjadi beberapa tahun kemudian, “fī biḍ’i sinīn”, beberapa tahun kemudian dan pada waktu itu, “yafraḥul-mu`minụn”. Orang-orang yang beriman yaitu pendukung Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam mereka akan kembali senang.

Nah, perbedaan antara orang-orang yang musyrik yang menyembah berhala ini dengan ahlul kitab, jelas ada satu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa ahlul kitab percaya kepada Tuhan yang Esa, al-musyrikin tidak percaya bahkan menyembah berhala.

Dari itu, kalau kita lihat di dalam Al-Qur’an, pesan-pesan Al-Qur’an kepada umat Islam, itu sangat bersahabat terhadap ahlul kitab.

“Wa lā tujādilū ahlal-kitābi illā billatī hiya aḥsanu”, kalau berargumentasi dengan keluarga Alkitab maka hendaknya berargumentasi atau berdebat, berdebat dengan cara yang baik, “aḥsanu”, yang lebih baik. Kenapa? Karena ada hubungan batin dan hubungan keimanan antara ketiga ahlul kitab ini.

Bukan itu saja. Ahlul kitab mempunyai keistimewaan lain dibandingkan dengan orang-orang musyrik.

“Wa ṭa’āmukum ḥillul lahum”, makanan orang-orang Islam, sembelihan orang-orang Islam itu halal untuk mereka, “wa ṭa’āmullażīna ụtul-kitāba ḥillul lakum”, dan makanan sembelihan orang-orang dari ahlul kitab itu halal dan boleh dimakan. Dengan catatan bahwa kalau musyrikin keistimewaan ini tidak diberikan. Sehingga dari pertama kita sudah melihat betapa Al-Qur’an memberlakukan hubungan baik dengan ahlul kitab. Tapi nanti kita akan melihat di Madinah ada kelompok dari ahlul kitab yang justru mengkhianati Nabi.

Umat Islam tidak diperkenankan untuk kawin dengan musyrikat artinya dari kelompok musyrikin. Perempuan-perempuan musyrikin tidak diperkenankan bagi umat Islam untuk kawin, tetapi Umat Islam diperkenankan menikah, kawin dengan ahlul kitab.

Kita melihat hubungannya akrab ini sewaktu Nabi dan kelompoknya terdesak di Mekah, dia pergi berhijrah dan mohon bantuan dari Najasyi di Etiopia yaitu tokoh Kristen di Etiopia dan menerima hijrah yang pertama sekitar 70 orang yang diterima dengan baik oleh penguasa Kristen, Negus atau Najasyi, menunjukkan bahwa memang hubungan itu sangat erat sehingga hijrah pun dipilih ke daerah dimana orang- orang atau tokoh Kristen yang memimpin daerah yang sebagai tujuan hijrah umat Islam.

Di samping itu juga, Nabi Muhammad menjalin hubungan yang sangat baik dengan kelompok Kristen di Mesir. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menulis surat sebagaimana halnya dia menulis surat kepada tokoh-tokoh, penguasa-penguasa di sekeliling Arabia dan Dia menulis kepada Muqauqis yaitu tokoh Koptik di Mesir, di Alexandria, suratnya diterima dengan baik dan beliau, tokoh Kristen ini, menjawab surat dengan surat yang sangat menyenangkan. Bahkan mengirim hadiah-hadiah kepada Nabi, antara lain emas, mengirim pakaian sutra, mengirim kuda dan di samping itu mengirim dua perempuan yang tadinya sebagai tawanan, yaitu Maria dan Sirin. Maria akhirnya menikah dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, setelah Maria memeluk agama Islam. Sirin juga nikah dengan seorang sahabat Nabi.

Ini semuanya menggambarkan betapa hubungan antara umat Islam dengan umat Kristen, tokoh-tokoh pada masa nabi dengan khususnya dari kelompok Kristen sangat dekat.

Di Madinah memang umat Kristiani tidak ada, yang ada di daerah jauh dari Madinah yang direkam di dalam sejarah di Najran. Kelompok Najran juga datang berkunjung ke Nabi. Nabi berupaya untuk menjelaskan hubungan antara Islam dan kelompok Kristen dan justru diterima dengan baik oleh Nabi dan dipersilakan sewaktu kelompok Kristen, Najran, ingin melakukan sembahyang dan dipersilahkan gunakan Mesjid Nabawi, Masjid Nabi.

Betapa tolerannya Nabi Muhammad terhadap ahlul kitab yang dianggap satu keluarga yang sama-sama mempunyai kitab dan sama-sama menjadikan Tuhan yang Esa sebagai Tuhannya.

Namun kok Yahudi yang tadinya begitu Nabi datang ke Madinah, ada perjanjian yang ditandatangani oleh kelompok-kelompok yang ada di situ termasuk kelompok Yahudi untuk besama-sama membentengi Madinah kalau ada musyrikin dari Mekah menggempur mereka karena musyrikin Mekah masih senantiasa menginginkan agar Nabi Muhammad tidak sukses di dalam misinya.

Nah yang kita dapat rekam dalam sejarah bahwa kelompok Yahudi dari Bani Quraizhah, ada Bani Nadir, ada Qaynuqa, ada tiga rahib Yahudi di daerah Madinah. Tetapi yang menjadi masalah adalah kelompok Bani Quraizhah, yang pada saat-saat musyrikin Mekah akan menyerbu Madinah ternyata kelompok Yahudi ini melakukan konspirasi dan membantu kelompok musyrikin yang dari Mekah untuk bersama-sama menyerang umat Islam di Madinah. Sehingga terkepunglah Bani Quraizhah dan disitu ada beberapa yang dibunuh dan dibunuh itu atas dasar sewaktu mereka dikepung oleh kelompok Nabi dan diminta untuk, diminta untuk tetap di dalam perjanjian tapi mereka tetap juga tidak bersedia sehingga mereka dibunuh atas dasar prinsip yang ada di Taurah, prinsip orang-orang Yahudi itu sendiri yang menjelaskan di dalam kitabnya bahwa apabila ada kelompok yang mengingkari janji dan mengingkari persetujuan maka tidak lain balasannya adalah dibunuh.

Tapi Nabi Muhammad tidak membunuh semuanya, hanya membunuh pentolan-pentolan orang-orang Yahudi di situ.

Nah dari itu di dalam Al-Qur’an direkam bahwa, kamu akan dapati orang-orang Yahudi dan ini maksudnya orang-orang Yahudi yang ada di Madinah pada waktu itu, sangat bermusuhan dengan umat Islam.

“Latajidanna asyaddan-nāsi ‘adāwatal lillażīna āmanul-yahụda wallażīna asyrakụ”, kamu akan dapati orang-orang yang sangat keras permusuhannya kepada umat yang beragama, umat Islam adalah orang Yahudi dan orang-orang musyrik maksudnya dari Mekah. Sebaliknya orang-orang Kristen itu dipuji oleh Al-Qur’an dan dilanjutkan ayat itu tadi dengan, “wa latajidanna aqrabahum mawaddatal lillażīna āmanu”. Dan kamu sebaliknya akan mendapatkan orang-orang yang dekat hubungannya dan mesra hubungannya dengan umat Islam adalah mereka yang menyatakan dirinya menganut Nabi Isa.

Kenapa demikian? Karena diantara mereka, “żālika bi`anna min-hum qissīsīna”, pendeta, “wa ruhbānaw”, pemuka agama dan mereka-mereka ini dikenal sebagai orang-orang yang tidak arogan.

Dari situ, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyatakan kepada umat Islam pada waktu itu, “man qatala mu’ahidan lam yarih rahan”, barangsiapa dari umat-Ku yang membunuh orang yang melakukan perjanjian dengan umat Islam dan disini maksudnya ahlul kitab maka dia tidak akan masuk surga bahkan tidak akan mencium wanginya surga.

Ini semuanya menjelaskan betapa hubungan antara umat Islam dan umat ahlul kitab dan notabene khususnya umat Kristiani hubungan yang sangat dekat dan sangat menggembirakan disebabkan karena adanya persamaan-persamaan.

Selanjutnya kita akan teruskan di episode berikut, hal-hal yang menekankan apa yang saya sampaikan sebelumnya tadi. Sekian.

Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.