Adakah Surga Bagi Orang Non-Muslim? Al-Quran Sangat Fair! (Part 1)

Jul 6, 2020

CARA LAIN MENDENGARKAN:

Transkrip

Al-Qur’an sangat fair pada saat berbicara tentang Ahlul kitab.

Bismillahirrahmanirrahim. Ini adalah lanjutan dari episode yang lalu yang berbicara tentang hubungan umat Islam, hubungan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dengan kelompok Kristen pada masa awal diutusnya Nabi ke Jazirah Arabia.

Sebagaimana yang saya sampaikan pada episode yang lalu bahwa ada keistimewaan-keistimewaan yang kita lihat dan kita saksikan hubungan yang akrab antara umat Islam dengan umat Kristiani. Antara lainnya, saya ceriterakan hijrah pertama Nabi ke Etiopia, ke penguasa Kristen yang menerima dengan baik, lalu hubungan antara Kristen Koptik Mesir, patriarch-nya atau pimpinannya, Muqauqis. Itu hubungannya dengan Nabi begitu akrab sehingga Nabi dihadiahi hal-hal yang berharga, sangat erat hubungan.

Selanjutnya yang saya ingin sampaikan bahwa begitu erat hubungan dengan Ahlul kitab pada umumnya dan kelompok Kristen pada khususnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan kepada nabi supaya mengajak Ahlul kitab mencari titik temu. Dan biasanya kalau orang dekat, itu kita selalu berusaha untuk mencari titik-titik temu agar hubungan kita lebih erat. Itu yang diperintahkan Allah kepada Nabi Muhammad.

“Qul yā ahlal-kitābi”, katakan kepada Ahlul kitab, keluarga kitab, Kristen, Yahudi, “ta’ālau ilā kalimatin sawā”, mari kita mencari titik temu yang mulia antara kami, “bainanā wa bainakum”.

Apa titik temu yang tidak didapatkan dengan musyrikin atau kelompok agama lain adalah, “allā na’buda illallāha”, bahwa kami toh percaya bahwa Tuhan adalah pencipta.

Dan dari itu, kita tidak beribadah, kita tidak berbakti, kita tidak salat, tidak mohon ampunan, mohon pertolongan kecuali kepada Allah.

“Wa lā nusyrika bihī syai`aw” dan kita tidak mempersekutukan Allah dengan siapapun.

Ini tanda bagaimana Al-Qur’an mengajak Ahlul kitab untuk mencari jalan agar mereka lebih akrab lagi.

Al-Qur’an sangat positif dan adil. Kalau berbicara fair, kalau berbicara tentang Ahlul kitab di dalam Al-Qur’an ada ayat yang mengatakan, “min ahlil-kitābi man in ta`man-hu biqinṭāriy yu`addihī ilaīk”. Dari kelompok-kelompok ahli kitab apabila kamu memberikan amanat “qinṭār” itu adalah harta yang besar dibandingkan dengan “dīnār”.

Harta yang besar yang jumlahnya besar maka dia akan menunaikan amanat itu dan akan mengembalikan kepada kamu.

“Wa in ta`man-hu bidīnāril”, ada di antara mereka kalau kamu beri amanat “dīnār”, artinya uang receh, “lā yu`addihī ilaik”, dia tidak menjaga amanat itu kecuali, “mā dumta ‘alaihi qā`imā”, kecuali kalau kamu sungguh-sungguh untuk mengejar mereka.

Menurut Mufti Mesir yang lalu, Syeikh Ali Jum’ah, bahwa Al-Qur’an sangat fair pada saat berbicara tentang Ahlul kitab dan sangat adil, tidak menjelekkan dan mengakui apa keistimewaan-keistimewaan mereka. Ini adalah yang dinamakan Syeikh Ali Jum’ah, insaf. Insaf itu objektivitas. Dan itu sebenarnya dapat diterjemahkan kepada usaha untuk kita bersama-sama menjalin hubungan yang baik.

Dari itu, sebagaimana yang tadi saya sampaikan kalau kita melakukan argumentasi dengan cara yang terbaik, “bil-ḥikmati wal-mau’iẓatil-ḥasanati”, dengan penuh kebijaksanaan atau penuh kebijakan, penuh hikmah dan cara-cara yang baik dan anjuran-anjuran yang baik.

Salah satu ayat yang sangat menonjol, menceriterakan tentang Ahlul kitab adalah ayat yang menempatkan mereka dari golongan-golongan As-sholihin. As-sholihin ini adalah kelompok yang didambakan oleh para nabi.

Jadi banyak di dalam Al-Qur’an yang bertakwa Al-muttaqin, Al-muqsitin yang adil, Al-muhsinin yang berbuat baik, tetapi kelompok As-sholihin ini adalah kelompok yang paling tinggi sehingga Nabi Ibrahim waktu memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Nabi Ibrahim minta dari Allah agar dimasukkan dalam kelompok As-sholihin.

Kita akan lihat di ayat yang saya akan bacakan ada kelompok Kristen, Ahlul kitab, yang digolongkan oleh Allah adalah orang-orang, masuk dalam kelompok As-sholihin.

Al-Qur’an mencatat dan firman Allah, “Laisụ sawā`ā”. Setelah Al-Qur’an berceritera tentang keburukan sebagian dari Ahlul kitab, antara lain kelompok Yahudi yang tidak mengindahkan perjanjian dan membatalkan perjanjian, mengkhianati perjanjian, lalu Al-Qur’an melanjutkan dengan kata-kata, “tapi mereka tidak semuanya sama”, “laisụ sawā`ā”.

“Min ahlil-kitābi ummatung qā`imatuy”, di antara ahlul kitab ada kelompok yang lurus, yang konsisten pada kebaikan. “Yatlụna āyātillāhi”, yang senantiasa membaca.

“Āyātillāhi” artinya teks-teks yang diturunkan oleh Allah. “Ānā`al-laili”, pada malam hari.

“Wa hum yasjudụn”, dan mereka itu menyembah Allah, menyembah Tuhan yang satu.

“Yu`minụna billāhi”, percaya kepada Tuhan yang mengutus para nabi, “yu`minụna billāhi wal-yaumil-ākhiri” dan hari kemudian.

Dan mereka ini bukan itu saja, “ya`murụna bil-ma’rụfi”, mengajak kepada hal-hal yang baik, yang ma’ruf. “Wa yan-hauna ‘anil-mungkari” dan berusaha untuk mencegah kemungkaran, kejelekan.

“Wa yusāri’ụna fil-khairāt” dan selalu berada di garis depan, cepat-cepat untuk melakukan kebajikan-kebajikan.

“Wa ulā`ika minaṣ-ṣāliḥīn”, mereka itu termasuk orang-orang As-sholihin yang baik. Golongan sholihin ini adalah golongan yang paling tinggi. Karena Nabi Ibrahim sebagaimana yang saya sampaikan tadi, berdoa agar beliau dimasukkan di golongan orang-orang yang saleh.

“Rabbi hab lī ḥukmaw wa al-ḥiqnī biṣ-ṣāliḥīn”. “Ya Allah, berikanlah aku hikmah, ilmu dan ikutkan saya dalam kelompok sholihin, orang-orang yang saleh.

Dan di dalam Al-Qur’an para Nabi di redikatkan, diberi atribut, “wa zakariyyā wa yaḥyā wa ‘īsā wa ilyās, kullum minaṣ-ṣāliḥīn”. Nabi Zakaria, Nabi Yahya, Nabi Isa, Nabi Ilyas, semua itu dari golongan As-sholihin.

Dan As-sholihin ini, amal saleh ini adalah perbuatan bukan hanya orang yang banyak salat, banyak puasa, haji berkali-kali, tetapi amal saleh yang menurut Al-Qur’an kalau dilakukan oleh seseorang, itu diangkat langsung kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan diterima sebagai amal yang sangat berharga.

“Yarfau Allah al-amala as-sholih”, Allah mengangkat langsung amal saleh ini dan amal saleh ini bukan amal Hasan.

Amal Hasan artinya amal yang baik tapi kalau amal saleh ini meliputi selain ibadah-ibadah yang saya sebutkan tadi, juga semua apa yang dilakukan adalah untuk kemanfaatan, untuk kebaikan manusia, kebaikan orang yang berinteraksi dengan dia.

Jadi, predikat sholihin ini adalah predikat yang paling tinggi. Dari itu, di ayat yang kita sering baca, “wal-‘aṣr”, demi waktu.

“Innal-insāna lafī khusr”, sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi. “Illallażīna āmanụ”, kecuali mereka yang beriman. “Wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāti”, dan yang melakukan amal saleh.

Jadi, iman dan amal saleh ini selalu digandengkan oleh Al-Qur’an.

Nah, saya kembali kepada kelompok Kristen yang dianggap sebagai kelompok yang tulus, yang ikhlas, yang baik, yang lurus, yang percaya kepada Tuhan, percaya hari kemudian, menganjurkan yang baik, mencegah yang jelek.

Mereka itu adalah min as-sholihin dari kelompok orang-orang saleh.

Dari sini timbul masalah. Apakah orang Kristen yang atau Ahlul kitab yang disebut di dalam Al-Qur’an ini? Apakah orang-orang pengikut Nabi Isa dan pengikut Nabi Musa? Ataukah mereka bukan pengikut Nabi Isa dan Nabi Musa pada masa Nabi?

Berselisih pendapat kalau Syeikh Ali Jum’ah menyatakan bahwa mereka itu adalah orang-orang Kristen yang ada pada zaman Nabi yang percaya kepada Tuhan Yang Esa dan yang mempunyai predikat yang tadi disebutkan. Sehingga, berarti ada diantara kelompok Kristen yang bisa digolongkan sebagai as-sholihin sesuai dengan pernyataan Al-Qur’an.

Ulama-ulama Islam mayoritas menganggap mereka itu adalah yang sudah masuk Islam. Tapi dibantah oleh mereka yang sependapat dengan Ali Jum’ah bahwa Tuhan tentu tidak mungkin akan mengatakan bahwa mereka yang sudah masuk Islam.

Tidak perlu dikatakan bahwa Ahlul kitab itu tidak semuanya sama.