Namanya adalah Tsamara Amany Alatas atau dipanggil Tsamara, Mahasiswi semester VI Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Paramadina. Sosok perempuan milenial ini semakin santer diberitakan karena sikap kritisnya terhadap gejolak politik Indonesia. Berbekal niat dan panggilan yang besar terhadap dunia politik, ia membawa semangat berpolitik di kalangan anak muda, bahwa politik bukanlah sesuatu yang kotor dan hanya milik orang tua. Tsamara sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga negara untuk mengubah stigma tersebut. Benar, politik adalah kotor jika orang-orang yang bersih tidak mau masuk ke dalam sistem.

Sebagai warga negara yang bertanggung jawab, Tsamara aktif mengkritisi masalah-masalah publik yang ada, khususnya bidang politik. Ia meyakini bahwa cara efektif untuk mengubah perpolitikan Indonesia tidak bisa di luar sistem, tetapi harus masuk ke dalam sistem. Membuat tulisan-tulisan berisi kritikan dan solusi terhadap lembaga negara tertentu tentu bukannya tidak berdampak, namun masuk ke dalam sistem itu sendiri dapat menghasilkan perubahan yang bersifat jangka panjang.

Itulah sebabnya Tsamara kemudian memutuskan terjun ke politik praktis dengan bergabung dan menjadi ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Baginya, melalui parpol, ia bisa merebut kekuasaan namun bukan untuk menzalimi melainkan melayani rakyat. Kekuasaan ini juga yang membuatnya akan dapat mengambil keputusan yang lebih konkret dan nyata.

Meski begitu, perjalanan Tsamara bukanlah jalan yang mudah untuk ditembus. Pandangan dan ide-idenya masih dianggap remeh sebagian orang karena usianya yang masih muda. Terlihat setelah Twitwar Tsamara dengan Fahri Hamzah, banyak yang menyerang Tsamara bukan dengan argumen berisi fakta dan data, tetapi menyematkan julukan anak “bau kencur” pada Tsamara. Namun, julukan anak “bau kencur” tidak melemahkan semangat Tsamara. Ia lantas menuliskan opininya tentang  makna anak “bau kencur” yang disematkan kepadanya.

Dalam opininya, Tsamara mengingatkan kembali tentang Bung Karno dan Hatta  yang masih seusianya dalam memperjuangkan kemerdekaan. Menurut Tsamara, anak “bau kencur” tak bisa diremehkan perannya dalam membawa banyak perubahan di Indonesia.  Kecerdasan Tsamara menanggapi kekeliruan logika berpikir para penyerangnya, mendapat dukungan positif warganet yang sebagian besar millennial lainnya, melalui #kencurunited  #teamkencur di twitter.

Berkaca dari pengalaman Tsamara, ide dan aksinya berpolitik selagi muda, ternyata berdampak luar biasa bagi anak muda lainnya. Ia menjadi contoh sekaligus teladan tentang harapan dan ide-ide kebaruan tentang politik yang tidak lagi tersandera kepentingan pribadi, tetapi sarat kepentingan melayani.

Kalau Tsamara sudah mengambil jalannya untuk terjun berpolitik selagi muda, bagaimana dengan Anda? Apakah sudah memutuskan jalan perjuangan mana yang ingin ditempuh?!