Kisah Nabi Muhammad SW dan Asal Mula Ibadah Haji

Aug 2, 2020

CARA LAIN MENDENGARKAN:

Transkrip

Bisa dibayangkan orang tua mendatangi anaknya yang masih sangat muda, belasan tahun mungkin.

“Qāla yā bunayya”, wahai anakku, “innī arā fil-manāmi ann ażbaḥuka”, saya tadi malam dan tiga kali berturut-turut, saya melihat bahwa aku menyembelih engkau wahai Ismail.

“Fanẓur māżā tarā”, wahai Ismail anakku, apa pendapatmu? Beliau berdialog sama anak yang masih muda ini, tidak serta merta mengatakan ini berita Tuhan kamu harus patuhi Dia, berdialog dan meminta pendapat.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Mekkah, Ka’bah, adalah titik penting bagi tujuan ritual umat Islam dan bukan saja umat Islam mempunyai titik-titik tujuan yang dinamakan sebagai titik spiritual.

Di semua agama, kita dapati agama Yahudi ada titik ritualnya yang sangat mereka hormati, sama halnya dengan penghormatan umat Islam terhadap Ka’bah. Bagi umat Katolik, ada Vatikan, ada gereja St. Peter yang megah menjadi tujuan untuk meningkatkan spiritualitas dan meningkatkan hubungan dengan Yang Mahakuasa.

Demikian juga agama Buddha, mempunyai tempat yang namanya Lumbini di Nepal. Mereka berduyun-duyun, umat Buddha mendatangi tempat suci tersebut. Sikh, ada Kuil Emas atau Golden Temple di India. Jadi, semua agama mempunyai tempat suci yang didatangi yang diziarahi, sama halnya dengan apa yang dilakukan oleh jemaah haji dan bahkan jamaah umrah dan mereka yang ingin mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan mendatangi tempat suci tersebut.

Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Al-Qur’an bahwa tiap agama itu mempunyai kiblat dan pada akhirnya penganut agama-agama ini akan kembali kepada Tuhan dan Tuhan akan menyampaikan siapa di antara mereka yang benar, siapa di antara mereka yang keliru.

Maka ibadah haji ini adalah salah satu manifestasi umat Islam untuk kembali kepada Ka’bah, kembali kepada sejarah Ibrahim untuk mendekatkan diri kepada Yang Mahakuasa.

Ritual haji sebagaimana kita ketahui sebenarnya ini semuanya menjadi pengetahuan umum bagi umat Islam yang semuanya sudah mengetahui. Terdiri dari tawaf kita bertawaf tujuh kali, lalu sa’i dari Shofa dan Marwah, dan lalu kita ke Arafah, dan setelah itu kita ke Mina dan melontar batu kepada setan-setan simbol daripada setan-setan.

Mengapa ada ini semuanya? Disini saya ingin bercerita tentang Nabi Ibrahim. Pada saat Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk berpergian dari Palestina ke daerah yang sekarang ini ya di Mekkah itu, tandus tidak ada pohon, Siti Hajar dan anaknya Ismail masih kecil.

Nah, pada saat Nabi Ibrahim sampai ke Mekkah, dia tinggalkan istrinya dan anaknya. Bisa dibayangkan seorang tua baru mendapatkan anak setelah berusia 80 tahun, Nabi Ibrahim, anaknya ditinggal di satu daerah yang tidak ada kehidupan sama sekali.

Istrinya, Hajar, sewaktu Nabi Ibrahim meninggalkannya memanggil, “wahai Ibrahim, suamiku, kenapa kamu tinggalkan kami di sini. Di sini tidak ada kehidupan, tidak ada air, tidak ada pohon-pohonan”.

Nabi Ibrahim tidak menoleh, sampai 3 kali lalu Hajar mengatakan, “apakah ini perintah Allah kepada kamu Ibrahim?” Lalu Ibrahim menjawab, “betul ini adalah perintah Allah” dan Ibu Hajar dengan penuh ketabahan mengatakan, “kalau demikian maka pastilah Allah tidak akan meninggalkan kita dalam keadaan sengsara dan tidak memiliki bekal untuk hidup”.

Nah, pada saat bekalnya sudah habis Ibu Hajar membutuhkan air untuk anaknya, jadi dia mencari-cari di daerah yang agak tinggi untuk mungkin bisa melihat kalau ada karavan yang lewat atau dia bisa melihat burung-burung karena biasanya kalau ada kumpulan burung-burung itu berarti ada air di sana, maka beliau dari Shofa berjalan sampai ke Marwah sampai tujuh kali.

Itulah yang kita lakukan bagi umat Islam sewaktu kita bersa’i. Mengembalikan apa yang dilakukan oleh Ibu Hajar sewaktu dia mencari-cari air untuk anaknya yang masih kecil. Setelah tujuh kali dia tidak dapat, pada akhirnya dia kembali melihat anaknya dan pada saat itulah di kaki anaknya keluar mata air yang dinamakan Zamzam dan air itu sampai sekarang masih meluncurkan air yang tidak habis-habisnya. Itu adalah bagian ritual yang kita lakukan sebagai salah satu ritual yang kita lakukan.

Pada saat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan untuk umat Islam melakukan itu, ada di antara sahabat yang merasa di dalam hatinya berkeberatan karena daerah itu banyak berhala dan sebagainya, turunlah ayat yang mengatakan bahwa, “Innaṣ-ṣafā wal-marwata min sya’ā`irillāh”. Bahwa berjalan dari Shofa dan Marwah itu adalah bagian dari ritual yang ditetapkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Setelah itu, para jemaah haji akan berada di Arafah kurang lebih 10 km dari Mekkah, jadi kurang lebih 10 km luasnya di situ ada bukit Rahmah. Jadi ini nanti kemudian kita akan jelaskan bagaimana Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memberikan kotbahnya yang sangat penting 3 bulan sebelum Beliau meninggal, sehingga dinamakan sebagai khutbatul wada’ atau kotbah perpisahan pada umat Islam.

Di padang ini, Arafah, Allah menjadikan bahwa doa yang dipanjatkan ini tidak akan ditolak oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ini adalah tempat di mana kita bisa merenung betapa pada hari kemudian nanti, kita akan seakan-akan berada seperti di padang Mahsyar. Tidak ada beda antara kepala negara dan orang yang terkecil, yang berpangkat, yang tidak berpangkat, yang kaya, yang miskin, semuanya sama, berpakaian sama dan memanjatkan doa kepada Yang Mahakuasa dan doa Insya Allah pada hari itu akan dikabulkan dan semua kesalahan-kesalahan yang permintaan ampunan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan diampuni oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Bagi mereka yang tidak haji, pada hari Arafah ini dianjurkan betul untuk berpuasa karena berpuasa akan mendekatkan diri pada Allah dan pada saat saat itu pula umat Islam menunaikan suatu ritual penting yaitu berdoa kepada Allah agar dosa-dosanya diampuni.

Dari Arafah, jamaah haji akan melanjutkan perjalanannya ke Mina. Mina adalah tempat di mana jemaah haji melontar batu simbol setan yang dilontar. Ada tempat yang dinamakan Jumratul Aqabah, pelemparan Aqabah, pelemparan yang tengah dan pelemparan yang lebih kecil, ini sebagai simbol kita memerangi setan dan ini adalah semacam pengulangan dari apa yang terjadi oleh Nabi Ibrahim.

Sebagaimana kita ketahui dari kisah Nabi Ibrahim, Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala melalui mimpi untuk menyembelih anaknya Ismail, anak yang begitu disayangi yang dinanti-nanti bertahun-tahun Allah memerintahkan di dalam mimpinya.

Mimpi pertama Nabi Ibrahim belum yakin atau masih ragu tapi karena berulang tiga kali akhirnya Beliau menganggap bahwa ini adalah berita Allah yang harus dipatuhi.

Maka, bisa dibayangkan orang tua mendatangi anaknya yang masih sangat muda belasan tahun mungkin, “qāla yā bunayya”, wahai anakku, “innī arā fil-manāmi annī ażbaḥuka”, saya tadi malam dan tiga kali berturut-turut, saya melihat bahwa aku menyembelih engkau wahai Ismail.

“Fanẓur māżā tarā”, wahai Ismail anakku, apa pendapatmu. Beliau berdialog sama anak yang masih muda ini, tidak serta merta mengatakan, “ini perintah Tuhan, kamu harus patuhi Dia”, berdialog dan meminta pendapatnya.

Nabi Ismail dengan penuh ketegaran mengatakan, “qāla yā abatif’al mā tu`maru”, wahai ayahku lakukanlah apa yang engkau, apa perintah kepadamu yaitu menyembelih aku.

“Satajidunī in syā`allāhu minaṣ-ṣābirīn”, kamu akan mendapati aku Insya Allah dengan pertolongan Tuhan menjadi orang-orang yang sabar.

Jadi pada esok harinya Nabi Ibrahim bersama dengan anaknya Ismail, pergi ke Mina di mana ada tempat, dia ingin melaksanakan perintah Tuhan untuk menyembelih anaknya.

Sebelum beliau melaksanakan itu, setan-setan ini berusaha untuk mengurungkan niatnya dan memberikan segala macam argumentasi, “masa sampai hati kamu membunuh anakmu, masa kamu tidak sayang kepada anakmu”, dan Nabi Ibrahim tegar dan menganggap bahwa ini perintah Tuhan, “saya harus laksanakan”, dan menurut riwayat beliau juga melempar setan-setan itu sampai tiga kali.

Maka jemaah haji diperintahkan untuk melempar jumratul ‘aqabah dan jumratul wustha dan satu lagi yang kecil untuk mengenang betapa beratnya seorang Nabi Ibrahim melaksanakan tugas Allah dengan segala macam rintangan yang dihadapi oleh Beliau, tetapi pada saat Beliau mau menyembelih turun malaikat dan memberikan pengganti daripada anak itu sebagai kurban yaitu kambing gibas. Yang akhirnya Nabi Ibrahim merasa sangat lega, sangat puas bahwa beliau telah menunaikan tugasnya sebagai hamba Allah.

Dari itu, pada saat kita melontar kita selalu ingat bahwa jangan mengikuti langkah-langkah setan yang senantiasa ingin menjerumuskan kalian kepada hal-hal yang tidak benar.

Setan bersumpah dihadapan Allah bahwa, “la’aghwiyannahum ajmain”, saya akan senantiasa berusaha untuk menjerumuskan dan menolehkan tekad orang-orang yang pasrah kepada Tuhan dari Sirat Al-mustaqim, dari jalan yang lurus, jalan ke persembahan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Maka jamaah haji pada setelah dari Arafah, ia akan ke Mina dan akan melontar tiga target jumrah atau tempat pelemparan. Ini mengenang sejarah Nabi Ibrahim sewaktu digoda oleh setan dan kemudian setelah itu umat Islam diperintahkan untuk, jamaah haji untuk menunaikan korban bagi mereka yang tidak hajibun disunnahkan, dianjurkan untuk memberikan sedekah korban untuk orang-orang miskin.

Setelah dari Mina, jamaah haji kembali ke Mekkah dan dan tawaf di Ka’bah. Juga telah diabadikan di dalam Al-Qur’an betapa Nabi Ibrahim bersama Nabi Ismail anaknya mendirikan Ka’bah yang ada di Mekkah dan dijadikan sebagai apa yang saya sampaikan tadi sebagai tempat peribadatan pertama untuk manusia.

Mereka berdua bersama-sama mendirikan dan kemudian Ka’bah ini disempurnakan pada saat Nabi Muhammad. Sebelum menjadi rasul di Mekkah, Ka’bah ini disempurnakan dan pada saat penyempurnaan Ka’bah ini, tribe, para suku-suku Arab berselisih siapa yang menempatkan Hajar Aswad, batu hitam yang berada di sudut Ka’bah itu.

Menurut riwayat, Nabi Muhammad pada waktu itu belum menjadi nabi tapi dikenal sebagai seorang yang sangat terpercaya, Al-Amien. Maka Nabi Muhammad memberikan anjuran kepada para pimpinan Qabilah bahwa Hajar Aswad itu ditaruh di salah satu surban dan dipegang oleh ujung dari surban itu oleh sekian banyak tribe atau suku yang ada di Mekkah.

Lalu, Nabi Muhammad sendiri yang angkat Hajar Aswad itu dan menempatkannya di sudut ka’bah. Selanjutnya, semua ini adalah pelajaran bagi kita semuanya umat Islam khususnya betapa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail telah menunjukkan banyak nilai-nilai penting bagi kehidupan kita.

Nomor satu, nilai penting yang ditunjukkan oleh ibunda Hajar, dia tidak pasrah, tanpa usaha. Dia mengetahui bahwa Tuhan tidak akan menelantarkan beliau dan anaknya tetapi tetap berusaha, jalan di terik matahari, panas dan tujuh kali mondar-mandir dari Shofa sampai Marwah, sehingga akhirnya tidak ada jalan yang ditempuh setelah ikhtiar atau setelah usaha.

Tetapi akhirnya campur tangan Tuhan dan menciptakan air di kaki Nabi Ismail. Itu salah satu nilai yang perlu kita perhatikan bahwa kita tidak boleh putus asa, “lā taqnaṭụ mir raḥmatillāh”. Siapapun yang berdosa, walaupun berlumuran dosa jangan putus asa dari rahmat Tuhan karena Tuhan akan mengampuni semua dosa kecuali dosa syirik.

Yang kedua, yang kita lihat hubungan antara Nabi Ibrahim dan nabi Ismail begitu akrab sehingga perintah Tuhan untuk menyembelih dirinya, menyembelih Ismail disampaikan dan diminta pandangannya.

Betul-betul suatu nilai yang patut orang tua untuk teladani. Dan yang ketiga, dikenal Nabi Ismail sebagai sangat patuh kepada orang tua dan inilah yang juga perlu untuk dijadikan pelajaran penting bagi kita, bukan saja orang yang berhaji tetapi kita yang membaca sejarah riwayat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.

Dan yang paling penting kesabaran yang diperlihatkan oleh kedua nabi ini, Nabi brahim dan Nabi Ismail. Nabi Ibrahim kesabarannya meninggalkan istrinya dan anaknya yang tercinta di gurun Sahara, daerah yang tidak ada pohon-pohonan. Ini semuanya menunjukkan kesabaran dan kepatuhan kepada Yang Mahakuasa, Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Nabi Ismail menerima apa yang diperintahkan Allah kepadanya walaupun harus mengorbankan jiwanya.

Ini juga nilai yang kita bisa petik dari ibadah haji. Semoga nilai-nilai yang kita sampaikan tadi bisa menjadi bagian atau inspirasi bagi kehidupan kita bahwa jangan putus asa, berusaha sungguh-sungguh sampai titik terakhir, bersabar terhadap cobaan dan bersyukur kepada apa yang dianugerahkan Yang Mahakuasa kepada kita.

Semoga bermanfaat.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.