Kemampuan Menertawakan Diri Sendiri
Leader's Talk bersama Inaya WahidYuk, belajar dari Gusdur. Cek cerita Inaya Wahid tentang Ayahanda.
transcript
Ya jadi, begini … untuk bisa kemudian menertawakan diri sendiri itu menurut saya membutuhkan proses yang panjang. Ada orang-orang yang kemudian misalnya begini .. tingkat kebijaksanaannya memang sudah tinggi. Tingkat security-nya sudah tinggi, sudah enggak merasa perlu harus dijelaskan identitasnya. Tidak merasa perlu mendapatkan pengakuan dari yang lain misalnya. Sehingga, kemudian menertawakan diri sendiri itu juga jadi sesuatu yang lumrah.
Gus Dur itu biasanya kalau buka pidato itu selalu dengan kayak gini … assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Umumkan? Biasa. Tapi, kemudian dia menimpali begini … saya harus dengar jawabannya karena saya enggak lihat, entar kalau enggak ada yang jawab, saya pikir itu kosong, enggak ada orangnya.
Nah, kemampuan untuk menyatakan bahwa saya itu enggak bisa lihat loh. Itu enggak semua orang bisa menertawakan dirinya sendiri, membuat dirinya sendiri sebagai bahan bercandaan itu enggak semuanya bisa. Itu membutuhkan perasaan … yaitu tadi, enggak perlu pengakuan, kebijaksanaan dan rasa bahwa kita setara kok. Saya enggak jadi lebih rendah, hanya karena kita ketawa kok. Saya enggak jadi lebih buruk, begitu misalnya. Dan itu juga menurut saya muncul dari joke-jokenya Gus Dur.
Gus Dur itu punya joke banyak banget untuk kelompok manapun. Gus Dur itu kalau sekarang jadi komik, dia akan jago banget nge-roasting karena dia punya banyak banget bahan buat semua kelompok, buat semua kalangan. Tapi, poinnya satu … dia melakukan itu bukan untuk merendahkan orang lain. Dia melakukan itu untuk menyatakan bahwa eh, kita ketawa bareng yuk! Itu yang penting, kemampuan kita untuk ketawa bareng .. kemampuan kita untuk menganggap enggak perlu serius-serius amat kok. Kemudian kemampuan untuk yaitu … kemudian untuk merasa secure dengan diri kita sendiri, merasa aman, merasa enggak perlu harus dapat pengakuan dari orang lain untuk menyadari bahwa kita ada, bahwa identitas kita ada kok.
Enggak perlu mengaitkan-ngaitkan identitas kita dengan satu hal tertentu, misalnya agama dengan kurma. Enggak perlu, enggak ada hubungannya, malih. Begitu ya. Jadi, moga-moga anak zaman sekarang self esteemnya lebih tinggi, self worth-nya bisa lebih tinggi sehingga bisa ngetawain diri sendiri karena itu bentuk kebijaksanaan.