Berada di “Heart of Borneo” atau “Jantung Kalimantan”, kabupaten Malinau sangat berkontribusi sebagai penyedia oksigen melalui hutannya.
Menyadari pentingnya keberlangsungan lingkungan Malinau ini, sejumlah pemuda-pemudi lintas agama dari komunitas Earth Hour Malinau melakukan gerakan penghematan energi. Mereka adalah anak-anak muda yang peduli dengan Malinau, Salah satu dari mereka, Juwitha Jeckson (25), mengungkapkan bagaimana mulanya ia bisa peduli pada isu lingkungan hingga tergabung dalam gerakan Earth Hour.
Semasa kecil, Juwitha tidak banyak menghabiskan waktu di Malinau karena harus tinggal di Malaysia mengikuti pekerjaan orangtuanya. Saat menginjak usia Taman Kanak-Kanak (TK), Juwitha pun kembali ke Malinau hingga SMP.
Setelah bertahun-tahun tinggal di Malinau, rasa cinta dan bangga pun seiring waktu bertumbuh dengan pesat. Apalagi mengetahui kabupaten Malinau merupakan kawasan yang hutannya masih luas dan alami. Sebagai bentuk kecintaan terhadap lingkungannya, ia turut aktif menjaga kelestarian lingkungan melalui tindakan sederhana, seperti mengurangi penggunaan plastik, memadamkan lampu, hingga mencabut saklar listrik jika bepergian.
Sayangnya, kesadaran dan kepeduliannya terhadap lingkungan tidak didukung lingkungan sekitarnya. Berangkat dari fakta yang ditemuinya, masih banyak masyarakat yang menggunakan listrik secara berlebihan dan seringkali dibiarkan begitu saja.
Kesadaran yang rendah untuk berhemat energi, ditambah pula dengan respon anak muda Malinau yang tidak berbuat banyak bagi lingkungannya. Kekhawatiran akan nasib lingkungannya di masa depan, membuat Juwitha dan teman-teman di komunitasnya tersebut mulai melakukan sesuatu. Mereka memiliki cita-cita untuk Malinau yang lebih baik.
Di bawah payung World Wide Fund for Nature (WWF), Juwitha dan kawan-kawan menjalankan Gerakan Hemat Energi. Kegiatan yang dilakukan berupa pemadaman lampu yang tidak diperlukan di rumah dan perkantoran selama satu jam. “Earth Hour Malinau” ini disambut baik pula oleh Bupati Malinau, Kalimantan Utara (Kaltara). Pertama kalinya berlangsung di halaman Kantor, pada Sabtu malam (25/3/2017), dan dihadiri sekitar 1.500 – 2.000 masyarakat Malinau.
Meski terdengar asing, pelaksanaan Earth Hour ternyata mendapat sambutan baik, dari masyarakat maupun pemerintah. “Mungkin ada yang bertanya-tanya, kok bisa Malinau yang ada di pelosok membuat sebuah acara yang sangat besar sehingga sangat diapresiasi oleh banyak pihak…”, ungkap Juwitha.
Menurutnya, gerakan Earth Hour Malinau ini muncul atas dasar kesadaran bagaimana menjadi Warga Negara Bertanggung Jawab. “Menjadi diam tidak akan berdampak apa-apa, apalagi hanya menunggu dari Pemerintah yang telah memiliki banyak kesibukan dan pekerjaan. Sebagai anak muda Malinau, kami harus melakukan gerakan perubahan, salah satunya dengan Earth Hour,“ ungkap Juwitha.
Aksi nyata Juwitha dan teman-teman menggugah kita untuk bergerak, membangun dan menjaga rumah kita bersama, Indonesia, dengan tindakan-tindakan nyata walaupun sederhana.