Namaku Inolia Simanjuntak, aku bekerja sebagai dokter spesialis penyakit dalam di sebuah rumah sakit besar di Jakarta. Menjadi seorang internis merupakan cita-citaku sedari kecil. Sebenarnya cita-cita ini amat mustahil, bagi seorang anak perempuan yang lahir dan besar di sebuah pelosok kampung kecil di tanah Medan. Semua ini bisa tercapai hanya karena amang dan inangku. Annakkon Hi Do Hamoraon Di Ahu, anakku adalah harta kekayaanku. Itu yang sering mereka ucapkan. Sebagai anak perempuan satu-satunya, dari empat bersaudara, amang dan inang tak pernah membedakan aku dari abang-abangku. Semua sama di mata mereka. Kami memiliki hak yang sama, juga dalam hal pendidikan. Sebuah kejadian memilukan terjadi saat aku duduk di bangku SMA. Amang dipanggil pulang ke hadapan yang Maha Kuasa. Kejadian itu sangat menghantam keluarga kami, karena kami semua masih bersekolah. Kedua abangku masih menempuh perkuliahan di tanah Jawa dan adikku masih duduk di bangku SMP. Kehilangan Ayah membuat perekonomian keluarga kami terpuruk. Satu per satu benda berharga milik keluarga dijual untuk memenuhi kebutuhan pendidikan kami berempat. Namun, inangku tak patah semangat, ia terus bekerja keras siang dan malam untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Saat aku duduk dibangku kelas 3 SMA, aku mulai berpikir untuk berkorban bagi saudara-saudaraku, aku tak akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi meski nilai raport dan guru-guru di sekolah mendorongku untuk melanjutkan ke bangku kuliah. Malam itu, ku beranikan diri menghampiri inang yang sedang beristirahat di ranjangnya, sambil memijat kakinya ku utarakan niatku, “Nang, lebih baik Inola tak lanjut lagi ya. Biar Nola bantu inang cari uang buat abang dan adik.” Kemudian, inang menatapku dalam-dalam, “Boruku, menurutmu apa yang paling berharga buat inang dan amangmu ini? Bukan uang ataupun harta. Kalianlah harta dan kebanggaan amang dan inang. Biar aku kehilangan segalanya, asal kalian mencapai cita-cita. Itulah kebanggaan amang dan inangmu ini! Singkirkan pikiran macam itu. Berjuang boru! Inangmu ini tak akan berhenti berjuang menyekolahkan kalian semua!.” Pesan inang malam itu, aku pegang kuat-kuat. Ku jadikan cita-cita amang dan inangku, menjadi cita-citaku juga. Itulah yang membuatku duduk di tempat ini dan memakai jas putih kebangganku. Abangku yang tertua kini menjabat sebagai Kepala Cabang di salah satu anak perusahaan BUMN. Abangku yang kedua sekarang bertugas di Canada sebagai salah satu staff kedutaan Indonesia di sana, dan adikku merupakan salah satu dosen di universitas ternama di kota ini.