Kisah Hijrah Nabi-Nabi (Part 2)

Oct 11, 2020

CARA LAIN MENDENGARKAN:

Transkrip

Selain pendiri Muhammadiyah dan pendiri Nahdlatul Ulama, kita kembali kepada seorang tokoh pemikir di bidang sejarah peradaban, Ibnu Khaldun. Dia juga berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, berhijrah.

 

Alwi Shihab:

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kita lanjutkan episode yang lalu, dimana saya berbicara tentang apa arti hijrah, khususnya hijrah spiritual yang diminta dari kita yang berhijrah, yang bepergian, selalu berniat baik, berniat iklas kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala sehingga dengan demikian kita akan mendapatkan rahmat Allah karena niat yang baik kita.

Hari ini kita akan berbicara tentang tradisi hijrah yang dilakukan oleh para nabi-nabi. Hijrah bukan saja Nabi Muhammad yang berhijrah, tetapi kita lihat bahwa Nabi Musa berhijrah dari Mesir ke Madyan. Itu hirah pertama sebelum Beliau menjadi nabi, di mana di Madyan, Dia bertemu dengan dua gadis anak dari seorang tua.

Dua gadis ini diperintahkan ayahnya untuk mengambil air dari sumur untuk keperluan ternaknya. Di tempat itu banyak sekali orang-orang dan pada umumnya tentu saja laki-laki, sehingga dua perempuan ini menunggu sampai orang-orang yang mengambil air bubar, baru dia datang dan mengambil air.

Nah, Nabi Musa pada waktu itu melihat keadaan ini, lalu dia mengulurkan tangan untuk membantu dua perempuan ini, lalu perempuan ini kembali ke orang tuanya dan menceritakan bahwa ada seorang pemuda yang membantu kami. Lalu orang tua ini ada yang mengatakan bahwa itu Nabi Syuaib, tapi ada juga yang mengatakan bahwa karena tidak disebut langsung di dalam Al-Qur’an, orang tua ini memerintahkan anaknya untuk mengundang pemuda ini. Orang tua itu lalu menawarkan kepada Nabi Musa, “Saya punya dua gadis ini, kamu boleh pilih untuk dipersuntingkan dengan catatan bahwa kamu tinggal selama sepuluh tahun”. Akhirnya, Nabi Musa menikah dan tinggal di situ sepuluh tahun sebelum akhirnya berhijrah lagi dan di mana setelah sepuluh tahun Nabi Musa diangkat sebagai nabi dan ceritanya panjang, dan antara lain ada dialog antara Nabi Musa dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Itu Nabi Musa.

Nabi Ibrahim juga begitu. Nabi Musa, sebelum saya masuk ke Nabi Ibrahim, Nabi Musa juga berhijrah dari Mesir untuk melarikan diri dari Firaun, tetapi akhirnya Firaun mengejar dan melewati laut, Allah membuka laut itu sehingga Nabi Musa bisa berjalan dan akhirnya dikejar oleh tentara-tentara pengikut Firaun yang akhirnya tenggelam di situ.

Nabi Ibrahim juga berhijrah. Kita ketahui Nabi Ibrahim berpindah dari satu tempat ke tempat lain yang berakhir di Palestina, kota yang sampai sekarang dikenal kota Khalil. Khalil itu adalah nama Ibrahim karena beliau dikenal sebagai teman. Khalil artinya teman, teman Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Nabi Ibrahim juga berhijrah ke Mekkah bersama Hajar dan bersama anaknya waktu itu, Nabi Ismail, dan pernah kita sampaikan disini bagaimana ritual-ritual haji itu sebenarnya diambil dari perjalanan Nabi Ibrahim ke Mekkah.

Dia berhijrah pertama kali disebabkan karena diancam oleh ayahnya. Dia berdialog dengan ayahnya, “wahai ayah, untuk apa engkau menyembah berhala?”. Bahkan ayahnya itu yang menciptakan berhala-berhala dan dijual.

Dia katakan, “wahai ayah, tidakkah kau melihat bahwa berhala ini tidak ada manfaatnya, baik bagi kamu maupun bagi manusia lainnya. Mari ikut perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang memiliki bumi dan langit ini semuanya! Dan kita akan selamat apabila kita ikuti perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala”.

Ayah dari Nabi Ibrahim ini mengancam Ibrahim, “jangan kamu teruskan anjuran kamu ini!” “La`il lam tantahi la`arjumannaka”, kalau kamu tidak berhenti, saya akan lontar kamu. La`arjumannaka itu rajam, saya akan rajam kamu, saya akan lempar batu kepada kamu. Dan akhirnya, Ibrahim menyatakan, “wa qāla innī muhājirun ilā rabbī”.

Dan Ibrahim mengatakan, “saya akan berhijrah kepada Tuhanku.” Hijrah spiritual. Dia bukan saja dari satu tempat ke tampat lain, tetapi dia akan berhijrah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Nabi Lut juga begitu. Nabi Lut berdakwah di antara kaumnya tetapi kaumnya tidak mau mendengar dan Nabi Lut diusir oleh kaumnya dan terpaksa juga berhijrah. Di dalam Al-Qur’an diabadikan kata-kata dari kaum Nabi Lut yang mengancam Nabi Lut untuk meninggalkan tempat kalau tetap saja menyampaikan dakwahnya, “la`il lam tantahi”, “kalau kamu tidak mengakhiri dakwah kamu kepada kami”, kata kaum Lut. “La takunanna minal mukhrajin”, kamu akan kami paksa untuk keluar. Dan akhirnya, Nabi Lut sebagaimana kita ketahui Nabi Lut yang berusaha berdakwah tetapi akhirnya diusir dan berhijrah ke tempat lain.

Nabi Syuaib juga begitu. Nabi Syuaib juga diancam oleh kaumnya, “kalau kamu tetap berdakwah demikian, maka kami akan mengusir kamu”, dan akhirnya Nabi Syuaib juga meninggalkan tempat tersebut dan berhijrah ke tempat lain.

Dari itu, siapa saja yang ingin memulai niat untuk berhijrah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dianjurkan untuk berusaha dengan niat yang baik. Dimulai dengan niat. Karena Allah menjanjikan, “wallażīna jāhadụ fīnā lanahdiyannahum subulanā”, orang yang berusaha untuk mendekat, hijrah kepada Allah, kami akan tunjukkan jalannya kepadanya. Agar baginya lebih dekat untuk mencapai apa tujuannya.

Kita melihat juga tradisi ini yang dilakukan oleh para ulama-ulama. Kita kenal Imam Syafi’i lahir di Gaza, Palestina. Dia berpindah ke Irak, lalu dia berpindah ke Mesir, sehingga dia mempunyai pandangan-pandangan keagamaan yang berbeda, antara pandangan yang lama dan pandangan yang baru.

Kita juga mengetahui bahwa pendiri Muhammadiyah, Kiai Ahmad Dahlan juga berhijrah untuk mencapai, menuntut ilmu di Mekkah. Demikian juga, pimpinan Nahdlatul Ulama, Kiai Hasyim Asy’ari. Dan banyak kiai-kiai kita yang mempunyai tradisi yang sama dengan para pendahulu untuk mendapatkan ilmu, untuk bisa berdakwah apabila kembali ke negerinya.

Karena janji Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada mereka yang berusaha untuk mencapai ilmu pengetahuan dengan berhijrah atau dengan bepergian. Sabda Nabi, “man salaka thoriqon fii tholabil ‘ilm”, barang siapa yang mengikuti jalan untuk mencapai ilmu pengetahuan, “sahhalallah lahu toriiqon illal jannah”, maka ganjarannya adalah Allah akan memudahkan jalan bagi mereka ke surga kelak.

Selain pendiri Muhammadiyah dan pendiri Nahdlatul Ulama kita kembali kepada seorang tokoh pemikir di bidang sejarah peradaban, Ibnu Khaldun. Lahir pada abad ke-14, 1332. Yang berpindah-pindah dari lahir di Tunis, berpindah ke Spanyol Islam pada waktu itu, ke Granada, lalu ke Kairo dan ke Mekkah.

Jadi, banyak sekali contoh-contoh yang patut untuk kita renungkan betapa pentingnya orang berhijrah dan hijrah adalah usaha sungguh-sungguh untuk kita mendekatkan diri, usaha sungguh-sungguh untuk merubah keadaan kita dari keadaan yang mungkin belum sempurna untuk mencapai keadaan yang lebih sempurna atau lebih baik.

Kembali lagi bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengajarkan kita untuk bagaimana kita bisa mencapai jalan yang dijanjikan Allah kepada kita yaitu jalan yang bisa membawa kita ke dunia spiritual, mendekatkan kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Yaitu doa yang dianjurkan untuk kita senantiasa  membaca setelah habis salat, “Allahumma ainni ‘ala dzikrika” ya, Allah, bantulah aku untuk tetap ingat kepada Kamu, “wa syukrika” dan ingat untuk selalu bersyukur kepada segala hikmat yang Engkau berikan kepadaku, “wa husni ibadatika” dan juga bantu aku untuk aku dapat beribada dengan baik kepada Kamu.

Rasulullah menyampaikan kepada kita bahwa kalau kamu berdoa kepada Allah, maka Allah insyaallah akan berikan jalan yang termudah untuk kita sampai kepada tujuan yang kita inginkan.

“Wallażīna jāhadụ fīnā lanahdiyannahum subulanā”, yang berusaha sungguh-sungguh untuk mencapai jalan mengarah kepada rida Allah, maka Allah akan mencarikan jalan yang termudah bagi kita.

Karena itu, kita dianjurkan tetap berdoa dan berusaha untuk konsisten kepada hal-hal yang baik. Nabi berpesan bahwa sebaik-baik amal adalah amal yang konsisten, yang selalu kita lakukan walaupun sekecil apapun.

“Khairul a’mal adwabiha wa itqal”, kita biasakan berbuat kebaikan walaupun sekecil apapun tetapi kita lakukan selalu dan diusahakan tidak perlu kita sampaikan kepada orang, apalagi kita banggakan apa yang kita lakukan sehingga amal-amal kita tidak sia-sia oleh diri kita sendiri.

Semoga bermanfaat.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.