Alwi Shihab: Saya Mengoreksi! Saya tidak Berkata Yahudi & Nasrani Masuk Surga, tetapi …. (Part 4)

Sep 14, 2020

CARA LAIN MENDENGARKAN:

Transkrip

Jadi saya ulangi, saya mengoreksi. Saya tidak mengatakan bahwa Ahlul kitab masuk surga, tetapi..

Menurut Bapak, siapa yang lebih disukai Tuhan orang yang beragama namun melakukan kejahatan seperti pembunuhan, perampokan atau mencuri atau orang atheis yang selalu berbuat baik kepada sesama manusia?

 

Interviewer:

Ya, Pak. Kembali lagi pada pertanyaan yang terakhir, Pak. Yakni tentang klaim surga, Pak. Karena kita tahu semua umat beragama memiliki perspektif surganya masing-masing dan mereka mengklaim surga hanya mereka saja yang berhak memiliki. Nah, ada pertanyaan dari seorang teman.

Bapak menjelaskan bahwa Ahlul kitab yakni Yahudi dan Nasrani akan masuk surga, lalu bagaimana dengan orang Hindu, Buddha dan Konghucu, Pak?

Apakah mereka ini termasuk dalam kategori as-Sabi’in gitu, Pak, orang-orang yang mempunyai kitab di masa lampau kan sebagai yang mana Bapak jelaskan tadi bahwa Ahlul kitab itu ada yang disampaikan dan ada yang tidak disampaikan, Pak? Apakah mereka juga berhak masuk dalam surga, Pak? Bagaimana Pak?

 

Alwi Shihab:

Jadi begini, saya ingin mengoreksi. Saya tidak mengatakan bahwa Ahlul kitab itu masuk surga. Saya hanya mengatakan dari beberapa ayat yang saya jelaskan di episode yang cukup panjang, ya, bahwa ada dari kelompok Ahlul kitab yang kemungkinan masuk surga itu bisa kita yakini. Karena apa? Karena di dalam salah satu ayat yang diulang dua kali, karena ada “innallażīna āmanụ wallażīna hādụ wan-naṣārā waṣ-ṣābi`īna”, “wa lā khaufun ‘alaihim wa lā hum yaḥzanụn”.

Tidak perlu mereka khawatir dan tidak perlu gusar. Artinya apa? Mereka akan selamat. Saya juga sudah sampaikan bahwa walaupun ayat ini berulang dua kali dengan perbedaan redaksi yang kecil, tetapi umat banyak mufassirin banyak dan boleh katakan mayoritas mufassirin menganggap bahwa ini adalah mereka yang disebut disini orang Yahudi, Sabi’in dan Nasrani, itu yang sebelum datangnya Nabi.

Ada juga yang mengatakan bahwa mereka itu yang sudah masuk Islam. Tetapi tidak sedikit pula yang menganggap bahwa ya kalau dia sudah masuk Islam tidak perlu disebut orang Yahudi dan Sabi’in dan Nasrani. Nah, sehingga mereka beranggapan walaupun kelompok ini tidak banyak tetapi tetap perlu untuk disebutkan, pertimbangkan. Bahwa berarti orang-orang yang Yahudi, Nasrani dan siapa saja yang percaya kepada Tuhan Yang Esa, yang percaya bahwa ada hari kemudian dan dia berbuat baik di dunia ini, mengajak kepada hal yang baik dan melarang hal-hal yang tidak baik, maka mereka itu akan berada di tempat yang aman.

Nah, diperkokoh dengan ayat yang tadi saya sebutkan bahwa Ahlul kitab ini “laisụ sawā”, tidak semuanya sama. Ada dari kelompok ahli kitab yang konsisten terhadap agamanya, ia membaca ayat-ayat suci pada malam hari dan bersujud dan percaya kepada Allah, percaya kepada hari kemudian, mengajak yang baik, yang “ya`murụna bil-ma’rụfi wa yan-hauna ‘anil-mungkari wa yusāri’ụna fil-khairāt”, artinya secara cepat, secara mempunyai inisiatif yang untuk mengejar kebaikan. Dan predikat Al-Qur’an di akhir ayat ini, “wa ulā`ika minaṣ-ṣāliḥīn”, dan mereka itu adalah orang-orang yang saleh.

Berarti kalau orang saleh itu, ia tentu dia tempatnya di surga, tempat orang yang saleh ya tempatnya di surga. Dan Al-Qur’an mengatakan, “tidak semua Ahlul kitab yang masuk surga dan tidak semua yang tidak masuk surga”, karena ini sudah..

 

Interviewer:

Termasuk umat Islam ya, Pak ya.

 

Alwi Shihab:

Iya, kalau umat Islam tidak disebut karena umat Islam seyogianya dia percaya kepada, karena rukun-rukun iman kan sudah mencakup itu semuanya. Bahwa mereka ada yang banyak dosanya itu kita serahkan kepada Tuhan. Kita tidak bisa mengatakan bahwa si A yang sudah beribadah sepanjang masa, berbuat baik, pasti masuk surga, tidak ada yang bisa memastikan.

Dari itu, ulama-ulama sepakat bahwa masuk atau tidaknya seseorang surga itu, tergantung kepada rahmat Tuhan. Karena kalau kita mengikuti keadilan Tuhan, kalau keadilan itu kalau kita berbuat salah ya diganjar kan, ya berbuat baik juga iya. Ya, bisa-bisa kalau adil betul kita belum tentu perbuatan baik kita lebih banyak dari, lebih sedikit dari perbuatan kejahatan, sehingga kalau rahmat Tuhan itu lebih luas.

Jadi, bedanya antara gaji dengan kebijaksanaan. Kan kalau bos kita memberi gaji sudah jelas 1 bulan 20 juta, tetapi kalau bos kita senang dia memberikan rahmatNya kadang-kadang dia kasih kita lima kali dari gaji yang kita terima itu yang dimaksud dengan rahmat Tuhan.

Dari itu, kita tidak bisa mengatakan siapa yang masuk surga, siapa yang tidak masuk surga. Satu contoh saya akan berikan, hadits yang diriwayatkan di Muslim dan di Bukhari dan Muslim, bahwa nabi menceriterakan seorang laki-laki berjalan di Sahara dengan penuh dahaga, capek untuk mencari air. Akhirnya dia mendapatkan sumur dan dia turun di sumur itu dan mengambil air itu dan dia minum. Begitu dia keluar dari sumur di depan sumur itu ada anjing sudah mengeluarkan lidahnya yang sudah tidak yang yang pasti kalau tidak ada air dia akan meninggal. Ada rahmat, ada rasa kasih sayang orang yang baru minum dibawa di sumur tadi untuk memberikan air ke anjing ini, lalu diberikanlah air ke anjing ini.

Rasulullah mengatakan, “Karena perbuatan yang begitu baik dari orang ini maka Allah memasukkan dia surga”. Jadi apa artinya? Bahwa Allah akan sangat senang kalau kita dengan tulus membantu orang karena mungkin saja pekerjaan yang kecil itu bisa menjadikan Tuhan memberikan rahmat yang besar. Rahmat. Dari itu, kalau umpamanya ada dari Ahlul kitab ya yang berbuat salah dan sebagainya kita tidak bisa memvonis sebagai manusia atau sebagai muslim bahwa mereka pasti masuk neraka.

Kita mengatakan bahwa semuanya adalah hak mutlak Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kita hanya berdoa agar Allah mengampuni dosa-dosa kita dan juga mengampuni dosa-dosa orang yang bersalah karena kita selalu dianjurkan untuk berdoa bukan hanya untuk diri kita tetapi untuk orang-orang lain juga.

Jadi, saya ulangi, saya mengoreksi. Saya tidak mengatakan bahwa Ahlul kitab masuk surge tetapi ada indikasi dalam Al-Qur’an yang secara jelas bahwa ada di antara mereka yang konsisten, yang tadi saya sebutkan yang berbuat baik dan mereka itu digolongkan sebagai orang-orang saleh atau dengan kata lain masuk dalam golongan yang dimasukkan ke surga Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

 

Interviewer:

Ya, Pak. Jika saleh itu menjadi indikator untuk manusia untuk mendapatkan tempat yang aman dan mendapatkan rahmat, Pak. Menurut Bapak, siapa yang lebih disukai Tuhan, orang yang beragama namun melakukan kejahatan seperti pembunuhan, perampok atau mencuri, atau orang ateis yang selalu berbuat baik kepada sesama manusia. Karena tidak dipungkiri Pak, di era sekarang ini saya melihat fenomena yang ada di influencer-influencer milenial kayak saya membaca di Instagram gitu, Pak, ada anak-anak muda yang mereka itu keluar dari norma agama maupun norma masyarakat. Karena bagi mereka saya mempunyai keyakinan, selama saya melakukan hal baik itu cukup bagi saya tanpa saya terikat pada suatu agama. Jadi mana baiknya ini, Pak, beragama tapi tidak bermoral kah atau bermoral tanpa agama, Pak.

 

Alwi Shihab:

Dua-duanya tidak baik. Jadi begini bahwa kita berbuat baik sesama kita, itu adalah anjuran agama, tetapi mereka yang berbuat baik ini apakah untuk hanya berbuat baik atau sekaligus untuk mengikuti tuntutan tuntunan agama.

Jadi, kalau dia tidak mempercayai adanya Tuhan, maka di dalam Al-Qur’an juga disebutkan pada pada hari kemudian nanti mereka itu akan datang kepada Tuhan minta ganjaran. Lalu, Tuhan mengatakan, “Jangan datang ke Saya datang kepada Tuhan yang kamu sembah”.

Nah, kalau dia tidak menyembah Tuhan, ya, pergilah ke tempat dimana kamu bisa meminta pertolongan dan kamu tidak akan mendapatkan pertolongan. Jadi, intinya bahwa yang mengerjakan hal pembunuhan dan segala macam kekejian tetapi dia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, tetapi karena dia terpengaruh, dia disebabkan karena pendidikannya yang tidak baik, lalu dia menjadikan itu semuanya bagian dari kehidupan dia.

Kalau dia tidak bertobat, maka tentu saja Tuhan akan memberi hukuman terhadap mereka. Tetapi dari satu segi, dia tidak pernah mengingkari keesaan Tuhan, dia tidak mengingkari Tuhan, sehingga ada plus poin di sini, tetapi plus poinnya itu yang menentukan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tapi yang jelas bahwa itu plus poin karena dia tidak menyembah selain Tuhan.

Tapi yang berbuat baik ini juga dia juga ada plus poin, tetapi dia tidak percaya sama Tuhan. Jadi, dia mungkin saja di dalam Al-Qur’an juga disebutkan bahwa orang- orang yang berbuat baik di dunia ini, maka Tuhan akan memberi ganjaran yang baik juga di dunia.

Tapi di akhirat, itu hak prerogatif Tuhan. Karena dia tidak percaya sama Tuhan, jadi bagaimana Tuhan mau memberi. Jadi, percaya kepada Tuhan itu adalah inti. Kembali lagi bahwa kalau kita syirik, maka menurut Al-Qur’an tidak bisa diampuni tetapi selain dari pada itu kita masih ada harapan untuk diampuni.

Dari itu, Allah memperingatkan kita kepada mereka yang berlumuran dosa, “lā taqnaṭụ mir raḥmatillāh”. Kalau ada orang yang berlumuran dosa, lalu mengatakan, “saya takut mau ketemu Allah”, dia diperintahkan untuk “jangan putus asa kepada rahmat Allah”.

“Innallāha yagfiruż-żunụba jamī’ā”, sesungguhnya Allah mengampuni seluruh bentuk dosa. Yang penting kamu percaya pada Tuhan dan bertaubat kepadaNya, walaupun pada detik-detik terakhir kehidupan.

 

Interviewer:

Jadi, iman saja tidak cukup, Pak ya, dan amal baik saja tidak cukup mendapatkan rahmat tapi keduanya harus sama baiknya, Pak ya.

 

Alwi Shihab:

Harus keduanya, kita percaya kepada Tuhan, kita berbuat baik, dan dosa itu memang tidak bisa luput manusia dari dosa.