Perubahan adalah sebuah kata yang mudah diucapkan, tetapi sulit untuk diwujudkan. Setidaknya hal inilah yang dialami Zaki. Dua tahun sudah ia menjalani profesinya sebagai ‘Broker Pembangunan’. Sebuah profesi yang diinisiasi oleh pemerintah pusat, khususnya Kementerian Sosial untuk mendapampingi komunitas adat terpencil di wilayah Sumatera Selatan. Sebagai seorang Broker, Zaki bertugas untuk menyampaikan program-program pemerintah kepada masyarakat yang ia dampingi khususnya dibidang pertanian. 

Lahir dan besar sebagai warga suku Anak Dalam menjadi kebanggannya, apalagi semenjak menjadi seorang Broker yang dipilih langsung oleh masyarakat, ia merasa bangga dapat membangun tanah kelahirannya. 

Tetapi sayang, impian Zaki pupus di tengah jalan. Ia harus menghadapi kenyataan bahwa ia gagal membawa perubahan itu ke tengah masyarakatnya, suku Anak Dalam.

Yang pernah kami tanam ini padi, karet, pisang, ubi. Iyo, siapo yang ngajari? Dak ado! Pembina kami dak pernah, apo pelajaran dio di sini, dak ado! Kami kerja ini semau kami, sepacak (sebisa) kami. Di sini gak adanya kami dibimbing oleh pemerintah.” Demikian keluhan yang keluar dari bibir Pak Asnat salah satu masyarakat suku Anak Dalam di dusun Esen.

Bukannya mau menyalahkan Pak Zaki, tetapi kinerja dia itu. Sudah disekolahkan di Bogor beberapa kali, kok anehnya tidak pernah diterapkan di masyarakat”, tambahnya. Menurut Pak Asnat, masyarakat tidak puas dengan kinerja pemuda pilihan mereka itu.

Di lain sisi, Zaki merasa sudah sangat maksimal berupaya membangun masyarakat suku Anak Dalam di dusun Esen ini. Bukan sedikit waktu yang dicurahkannya, ia selalu siap untuk dihubungi dan dimintai bantuan kapanpun dibutuhkan. Tapi apalah hendak dikata, Zaki patah arang. Ia mengeluh betapa sulitnya berhadapan dengan karakter masyarakat yang dibimbingnya.

Mereka sendiri enggan berubah, sulit mendengarkan masukan dari orang lain”, ungkap Zaki. “Apalagi sejak mereka mengenal uang, tak tahu berapa banyak sudah benih yang diberikan pemerintah dijual kembali kepada warga luar dusun”. Nyatanya program yang dijalankan pemerintah ini tak semulus yang diharapkannya.

Dalam kekecewaan, Zaki memilih untuk menyerah dan pasrah akan keputusan yang kelak diambil oleh masyarakat kepadanya. Ia menyadari bahwa seberapa banyak anggaran, fasilitas yang  disediakan tidak sekonyong-konyong memberikan dampak yang diharapkan. Perubahan memang hanya bisa terjadi bila dimulai dari “dalam”.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Disadur dari : Broker Pembangunan, sebuah etografi pendamping “Komunitas Adat Terpencil” Di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. (Oleh Ratan Marfu’ah – Depok, 2014).