Sudah tiga hari, Hamidah, kawanku tak masuk sekolah. Sepulang sekolah aku mampir ke rumahnya, Bi Ais mengijinkanku masuk ke kamarnya. Ku lihat ia masih terbaring lesu, matanya tetap saja terpejam saat ku panggil namanya. Pelan-pelan aku mendekat, ku pegang dahinya. Astaga … tanganku seperti sedang menyentuh kuali masak, panas sekali. “Bi, apakah Midah sudah diberi obat?,” tanyaku. “Bapaknya akan membawa Hamidah ke rumah Datuk Emran nanti sore, Lis.” Datuk Emran adalah dukun di kampung kami. Meskipun di kecamatan sudah ada Puskesmas, tetapi orang-orang di kampungku lebih senang berobat ke tempat Datuk. Sejauh ini Datuk selalu berhasil menyembuhkan segala penyakit orang kampung. Itu sebabnya, berobat ke Datuk merupakan pilihan pertama orang-orang di kampung ini. Sore itu aku putuskan menemani Hamidah berobat ke tempat Datuk bersama Ayah, Ibu dan Abangnya. Hamidah bukan hanya teman bagiku, ia juga sahabat bahkan sudah seperti saudara. Kata guru di sekolah, sahabat itu harus selalu ada dalam suka maupun duka. Itu sebabnya aku putuskan menemani Hamidah agar ia memiliki semangat untuk sembuh dan kembali ke sekolah denganku.
Setibanya di tempat Datuk, ia pun mulai menanyakan apa saja yang dirasakan oleh Hamidah. Dengan serius Datuk mendengarkan penjelasan Hamidah dan Bapaknya. Seperti biasa untuk menemukan apa penyakit yang sebenarnya diderita Hamidah, Datuk menjalankan pengobatan Batuntuang. Pengobatan ini merupakan warisan leluhur kami. Abang Midah pun disuruh bergegas mencarikan sebutir kelapa hijau dan beberapa lembar daun galundi sebagai syarat pengobatan. Setelah syarat didapat, Datuk pun memulai ritual Batuntuang ini. Ia mengupas ujung atas dan bawah kelapa seperti halnya hendak meminum air kelapa. Kemudian di atas bara api ia merebus air kelapa (di dalam kelapa tersebut) dan masukkan daun galundi serta batangnya sampai mendidih. Setelah mendidih, air kelapa dituang ke dalam bejana putih. Lalu Datuk menyiapkan selimut untuk menutup seluruh anggota badan Midah. Bejana yang berisi air kelapa tadi diletakkan tepat di hidung Midah agar ia dapat menghirup uapnya sambil Datuk Emran mengucapkan doa-doa khusus (salah satunya shalawat nabi). Aku pun dalam hati ikut berdoa agar penyakit dalam tubuh Midah cepat keluar. Tak berapa lama, Hamidah pun muntah-muntah disertai dahak yang berwarna pekat. Dari muntah yang keluar itulah, Datuk menjelaskan kepada orangtua Midah penyakit apa yang dideritanya. Sebelum pulang, Datuk membekali beberapa ramuan yang harus diminum Midah setiap hari. Walhasil, tiga hari kemudian Midah pun dapat kembali bersama denganku ke sekolah.     Disadur dari berbagai sumber Batuntuang pengobatan tradisional Sumatra Barat wilayah pesisir selatan Foto Ilustrasi : wikipedia